BERITA86.COM- Kehidupan rumah tangga tak selamanya berjalan mulus. Dalam perjalanannya, kemungkinan ada saja persoalan yang membuat suami istri bertengkar.
Penyebab pertengkaran suami istri pun beragam. Misalnya persoalan ekonomi, atau hal-hal lainnya.
Nah, dalam menghadapi permasalahan keluarga tersebut, setiap pasangan suami istri biasanya punya cara tersendiri dalam menghadapinya.
Baca Juga:Bolehkah ke Toilet Membawa HP yang Terinstal Alquran? Begini PenjelasannyaApa Boleh Mewakilkan Wali Nikah lewat Chatting atau Video Call? Simak Jawabannya
Misalnya, ada yang memilih untuk diam dan menunggu suasana kembali kondusif.
Ada juga yang mengambil jarak, atau bahkan keluar dari rumah untuk sementara waktu agar pertengkaran tidak semakin memanas.
Lalu bagaimana jika seorang istri keluar dari rumah ketika bertengkar dengan suaminya?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipahami bahwa ajaran Islam telah mengatur dengan jelas hak dan kewajiban antara suami dan istri sebagai fondasi utama dalam membangun rumah tangga.
Di antara kewajiban seorang istri adalah taat kepada suaminya.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Agama, Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu (Damaskus, Darul Fikr, 1405 H), juz 7, halaman 335 menjelaskan, ketaatan seorang istri mencakup sejumlah hal, di antaranya adalah mengurus rumah dan juga anak-anak, baik ketika masih kecil maupun sudah besar.
Sebagian ulama menyebut bahwa seorang istri tidak diperbolehkan keluar rumah tanpa seizin suaminya.
Ketentuan ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud.
Baca Juga:Apa Hukumnya Istri Mengambil Uang di Saku Suami tanpa Izin? Simak PenjelasannyaSambut Ramadan, Ini Hukum Kultum sebelum Sholat Tarawih
Namun demikian, ada sebagian ulama yang membolehkan seorang istri keluar dari rumah ketika dalam kondisi darurat, misalnya jika ia berada dalam rumah akan terjadi kemudaratan.
Di antara ulama yang membolehkan seorang istri keluar rumah ketika di rumahnya ada masalah adalah Sayyid Abdurrahman Al-Hadrami.
Dalam Bughyatul Mustarsyidin (Beirut, Darul Fikr: 1994), halaman 352, ia menjelaskan:
مُزَوَّجَةٌ إِذَا دَخَلَتْ عَلَى زَوْجِهَا ٱعْتَرَاهَا ضِيقٌ وَكَرْبٌ وَصِيَاحٌ، وَإِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِهِ سَكَنَ رَوْعُهَا، لَمْ يَلْزَمْهَا ٱلتَّسْلِيمُ لِلضَّرَرِ، لَكِنْ تَسْقُطُ مُؤْنَتُهَا
Artinya: “Seorang istri, apabila bersama suaminya merasa sesak, tertekan, dan mudah berteriak, tetapi ketika ia keluar dari rumah suaminya, perasaan takut dan gelisahnya menjadi tenang, maka ia tidak diwajibkan untuk menyerahkan diri pada keadaan yang membahayakan dirinya. Namun, dalam kondisi seperti ini haknya atas nafkah dari suami menjadi gugur.”
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seorang istri boleh keluar rumah saat bertengkar dengan suaminya hingga keadaan kembali tenang.