Muncul Perdebatan soal Penetapan Waktu Subuh di Indonesia, Simak Penjelasan Kemenag

Berikut penjelasan
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat. Foto: Kemenag.
0 Komentar

“Ada yang mendapatkan –18°, ada yang –12° atau –13°. Perbedaan itu harus dihargai sebagai ikhtiar keilmuan. Namun negara perlu mengambil satu keputusan yang memberi kepastian hukum dan ketenangan beribadah. Keputusan tersebut kami ambil berdasarkan data empiris lokal dan kajian fikih yang mendalam,” jelasnya.

Lebih jauh ia menegaskan bahwa Kemenag menjaga keseimbangan antara kepastian hukum fikih dan ketelitian ilmiah.

“Dua aspek ini berjalan bersama. Kita ingin umat melaksanakan Subuh pada waktu yang sah secara syar’i dan valid secara astronomi,” imbuhnya, dilansir dari laman resmi Kementerian Agama.

Metode Verifikasi Fajar

Baca Juga:Kemenag Siapkan Rp50 Miliar untuk Tunjangan dan Insentif Guru Agama KristenApa Itu GAS Nikah yang Digaungkan Kemenag? Simak Nih Penjelasannya

Kasubdit Hisab Rukyat dan Syariah Kemenag, Ismail Fahmi, menjelaskan secara teknis metode verifikasi fajar yang digunakan timnya.

Observasi tidak hanya mengandalkan pengamatan visual, tetapi juga kamera sensitif cahaya rendah, analisis fotometri, serta pembacaan kurva intensitas cahaya yang kemudian dikorelasikan dengan posisi astronomis Matahari.

“Kami memastikan cahaya yang dilihat benar-benar Fajar Shadiq, bukan pantulan cahaya, polusi cahaya, atau zodiacal light,” katanya.

Ismail menjelaskan bahwa polusi cahaya di perkotaan menjadi tantangan besar dalam mendeteksi fajar. Karena itu, persoalan teknis tersebut diatasi dengan memilih lokasi berpengamatan yang lebih murni, seperti pesisir, area dataran tinggi, dan kawasan dengan cakrawala timur terbuka.

“Inilah sebabnya standar global tidak bisa langsung dipindahkan ke konteks tropis tanpa pengujian berlapis,” tegasnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, Tim Hisab Rukyat telah melakukan pengamatan berulang di Labuan Bajo, Jombang, Riau, Sulawesi Selatan, dan berbagai titik lain.

Hasilnya konsisten: kemunculan cahaya Fajar Shadiq berada di derajat Matahari sekitar –19° hingga –20°.

Baca Juga:Presiden Tinjau Lokasi Banjir di Sumatera, Kemensos Perkuat Dukungan Perlindungan SosialKemenag dan Baznas Beri Pinjaman Lunak melalui BMM MADADA untuk Cegah Pinjol dan Judol, Ini Skemanya

“Kami lakukan di berbagai musim, berbagai kondisi cuaca, dan hasilnya stabil. Ini yang menjadi dasar ilmiah kenapa Indonesia menggunakan angka tersebut,” jelasnya.

Ia juga membantah tuduhan manipulasi data yang berkembang di ruang digital. Seluruh dokumentasi observasi telah dipaparkan dalam forum resmi bersama para pakar astronomi, ormas Islam, dan lembaga pendidikan tinggi.

0 Komentar