“Semua ada rekamannya, transparan, dan tidak ada yang ditutup-tutupi,” tegasnya.
Ismail menambahkan, sebagaimana kaidah fikih dan tradisi keilmuan falak, standar hisab dapat berkembang seiring kemajuan teknologi dan pemahaman ilmiah.
“Jika kelak muncul instrumen baru yang lebih presisi dan teruji secara akademik, tentu bisa menjadi bahan evaluasi. Namun perubahan harus mengikuti kaidah ilmiah yang ketat, bukan klaim perorangan,” ujarnya.
Baca Juga:Kemenag Siapkan Rp50 Miliar untuk Tunjangan dan Insentif Guru Agama KristenApa Itu GAS Nikah yang Digaungkan Kemenag? Simak Nih Penjelasannya
Ia menutup dengan menegaskan bahwa kepastian waktu ibadah merupakan kebutuhan publik yang harus dijaga.
“Kemenag bekerja dengan prinsip kehati-hatian ilmiah, kolektifitas ijtihad, dan akuntabilitas data. Tujuannya satu: memastikan umat beribadah dengan tenang dan yakin,” pungkasnya. (*)
